Rabu, 09 Juni 2010

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK TERHADAP LABA PERUSAHAAN

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK
TERHADAP LABA PERUSAHAAN
(Studi Kasus pada Perusahaan Kopi Di Lampung)
R. Gunawan Sudarmanto1
ABSTRACT
The objective of this research was to analysis the impact of the product costing
method that applied to the enterprise profit. Interview and documentation were
conducted to collect the data and the cost accounting model was used to analyzes
them. The result shows that product costing method that enterprise applied did not
conform to the theory or the financial accounting standard. All of the costs and
expenses (production and unproduction) were applied as cost of products sold.
Nevertheless, the enterprise has inventory for finished product at the end of period. So
that, the profit of the enterprise was too small then must be.
Keywords: Production costing method, profit
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode penetapan harga
pokok ke laba yang diakui oleh perusahaan. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data yaitu interview dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan model akuntansi biaya untuk harga pokok produk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan
tidak sesuai dengan teori atau standar akuntansia keuangan. Semua harga pokok dan
biaya lainnya (biaya produksi dan biaya nonproduksi) diperhitungkan sebagai harga
pokok produk yang dijual. Di sisi lain perusahaan memiliki persediaan produk jadi
pada akhir periode, oleh karena itu laba perusahaan menjadi lebih kecil dari yang
seharusnya.
Kata Kunci : Metode Harga Pokok, Laba
PENDAHULUAN
Kegiatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan sangatlah kompleks,
hal ini karena perusahaan memiliki banyak tujuan yang akan dicapai.
Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup yang dapat memperbaiki kesejahteraan pemilik,
1 R. Gunawan Sudarmanto, Drs., S.E., M.M. adalah Staf Pengajar Program Studi
Pendidikan Ekonomi (Akuntansi), Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr.
Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedongmeneng Bandar Lampung, 35145.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
2
pekerja, masyarakat, kepuasan dan pengembangan karyawan, peningkatan dan
pengembangan usaha dengan memaksimumkan laba usaha.
Laba dalam suatu perusahaan merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lainnya. Laba bukan merupakan satusatunya
tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan, namun tanpa adanya laba
dalam usaha, maka perusahaan tidak akan mampu untuk mencapai tujuan yang
lainnya. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa laba juga digunakan sebagai
alat untuk mengukur maju mundurnya suatu perusahaan dalam menjalankan
kegiatannya. Secara sederhana kemajuan suatu perusahaan dapat dilihat dari
perkembangan tingkat laba yang dicapai dari satu periode ke periode
berikutnya. Apabila laba yang diperoleh selalu tinggi dan mengalami
peningkatan, maka perusahaan memiliki prospek yang sangat baik.
Secara sederhana, laba yang dicapai oleh perusahaan dapat dihitung
dengan cara mengurangkan penghasilan yang dicapai dalam periode tertentu
dengan semua biaya yang terjadi pada periode akuntansi tersebut. Biaya-biaya
yang terjadi dalam satu periode akuntansi diantaranya terdapat biaya langsung
yang berhubungan dengan proses produksi yang disebut dengan biaya
produksi atau harga pokok produksi. Dengan demikian harga pokok produksi
mempunyai keterkaitan terhadap besar-kecilnya laba perusahaan meskipun
secara tidak langsung.
Besar-kecilnya laba yang dicapai oleh suatu perusahaan sangat
dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga pokok produksi atas barang yang
diperdagangkan. Analisis biaya dan laba dan suatu pemahaman tentang
perilaku biaya (Matz and Usry, 1980) merupakan suatu contoh yang
menunjukkan adanya keterkaitan antara biaya dan laba. Oleh karena itu
perusahaan haruslah dapat bekerja secara efisien sehingga perusahaan mampu
memberikan produk atau jasa dengan mengorbankan sumber ekonomi yang
minimum (Moriarity, 1987).
Dalam perusahaan manufaktur, biaya industri atau harga pokok
produksi merupakan jumlah yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan
biaya-biaya usaha yang lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu
bekerja secara cermat dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya
harga pokok produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi.
Adanya kecermatan dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya
efisiensi bagi perusahaan tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk
yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami karena pemotongan biaya pada
akhirnya dapat merusak kualitas produk, menjauhkan para klien dan pemasok,
dan memberikan isyarat yang keliru kepada para pemegang saham dan
masyarakat luas secara keseluruhan (Doyle, 1996).
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
3
Ketelitian dalam menetapkan besarnya harga pokok produksi akan
ditentukan oleh kompleksitas usaha/kegiatan yang dilakukan perusahaan.
Perusahaan yang mengolah produknya secara terus menerus atau merupakan
produksi massa, perlu adanya penentuan besarnya tarif pembebanan biaya
kepada produk secara cermat. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan
dalam perhitungan harga pokok produksi diperlukan prosedur yang jelas dan
tepat, yang memungkinkan dikembangkannya pengawasan secara efektif
terhadap biaya-biaya yang dibebankan kepada produk tersebut. Kecermatan
dalam penentuan harga pokok produk sangat diperlukan sehingga
ketidaktepatan metode tradisional dalam mengalokasikan biaya-biaya
overhead kepada produk hanya mendasarkan pada biaya langsung dapat
dikurangi (Harahap, 1996).
Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi robusta kualitas asalan
tampaknya merupakan perusahaan yang sederhana, namun demikian dilihat
dari banyaknya jenis produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut sangat kompleks. Proses produksi
yang dilakukan hanya menggunakan satu bahan baku, yaitu kopi robusta
asalan dan menghasilkan kopi bubuk serta berbagai jenis kopi biji dengan
berbagai ukuran dan berbagai kualitas. Adanya berbagai ukuran atau kualitas
kopi biji yang berbeda, maka memerlukan adanya proses yang berbeda.
Adanya perbedaan proses produksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perbedaan harga pokok produk yang dihasilkan.
Banyaknya produk yang dihasilkan berupa kopi biji dengan berbagai
kualitas tersebut memerlukan adanya perhitungan harga pokok yang teliti,
sehingga dapat memberikan atau menetapkan harga yang tepat (layak) untuk
setiap jenis kopi biji yang dihasilkan. Oleh karena itu penghitungan dan
penerapan harga pokok yang tepat untuk tiap-tiap jenis kopi yang dihasilkan
sangat besar artinya. Suatu proses produksi dengan satu bahan baku dan
menghasilkan lebih dari satu produk akan memunculkan biaya bersama, yang
dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat
berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990).
Besar-kecilnya biaya operasi perusahaan sangat berpengaruh terhadap
penetapan harga jual produk (Purba, 1997). Produk yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan akan memperoleh pasaran atau tidak diantaranya
dipengaruhi oleh perbandingan harga produk yang dihasilkan dengan harga
produk serumpun yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Purba, 1997). Hanya
perusahaan dengan daya saing kuat dan bekerja dengan efisiensi tinggi yang
tetap mendapatkan peluang untuk bersaing di pasar global (Nasehatun, 1999).
Perusahaan dalam menetapkan atau menghitung biaya produksi haruslah
dilaksanakan dengan cermat sehingga informasi yang dihasilkan dapat
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
4
digunakan untuk melakukan pengendalian biaya. Perusahaan haruslah
memiliki sistem akuntansi dan menerapkannya sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan. Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi menjadi
berbagai jenis produk kopi, perlu melakukan penggolongan biaya produksi
secara tegas dalam upaya menghitung besarnya harga pokok yang dibebankan
kepada produk yang dihasilkan. Penghitungan harga pokok produksi yang
dihasilkan perlu memperhatikan unsur-unsur pembentuk harga pokok produksi
tersebut, sehingga informasi yang diperoleh kurang sesuai untuk pengambilan
keputusan bagi manajemen.
Manajemen sangat memerlukan informasi biaya produksi yang dapat
diperbandingkan untuk membantu dalam (1) menetapkan laba perusahaan, (2)
menetapkan target departemen, (3) pengukuran dan pengendalian departemen,
dan (4) menganalisis dan memutuskan keseimbangan penetapan laba dan
tujuan perusahaan lainnya (Matz and Usry, 1980). Adanya analisis data biaya
produksi yang cermat akan memberikan beberapa manfaat pokok yang berupa
(1) perencanaan laba melalui budget, (2) pengendalian biaya melalui
akuntansi pertanggungjawaban, (3) pengukuran laba periodik, (4) membantu
dalam menetapkan harga jual dan kebijakan harga, dan (5) memberi data biaya
harga pokok yang relevan untuk proses analisis guna pengambilan keputusan
(Matz and Usry, 1980).
Keberlanjutan kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan
diantaranya juga ditentukan oleh tingkat efisiensi dan laba yang dicapai oleh
perusahaan. Semakin tinggi tingkat laba yang dicapai dengan kemampuan
bersaing yang tinggi pula, maka kemampuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan semakin besar, demikian juga sebaliknya.
Laba yang dicapai oleh perusahaan dapat digunakan sebagai salah satu ukuran
tingkat perkembangan usaha yang dilakukan. Perusahaan tidak akan
mengalami perkembangan yang baik apabila perusahaan yang bersangkutan
tidak pernah memperoleh keuntungan usaha.
Upaya mencapai tingkat laba yang diharapkan oleh suatu perusahaan
tidak dapat hanya dilakukan dengan memainkan harga jual yang harus dibayar
oleh pembeli. Harga yang akan dibayar oleh pembeli bukanlah merupakan
kekuasaan mutlak bagi penjual. Cara demikian sangat rawan untuk
perkembangan dan keberlanjutan kegiatan perusahaan. Hal demikian dapat
mengakibatkan suatu perusahaan akan ditinggalkan oleh perusahaan lain
sebagai pesaingnya. Oleh karena itu penentuan tingkat laba yang diharapkan
oleh perusahaan haruslah dicapai dengan cara meningkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja tanpa menurunkan kualitas produk. Adanya tingkat efisiensi
kerja yang tinggi dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi tingkat harga
pokok produksi.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
5
Dalam perusahaan industri, harga pokok produksi merupakan jumlah
yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan biaya-biaya usaha yang
lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu bekerja secara cermat
dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya harga pokok
produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi. Adanya kecermatan
dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya efisiensi bagi perusahaan
tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
Adanya kecermatan dalam penentuan harga pokok dan efisiensi kerja
dapat berakibat pada rendahnya harga pokok produk yang dihasilkan tanpa
menurunkan kualitas produk tersebut. Rendahnya harga pokok produk (tanpa
menurunkan atau mengurangi kualitas) jika dibandingkan dengan harga pokok
produk perusahaan lain yang sejenis, memungkinkan untuk bersaing mencapai
tingkat laba yang diharapkan. Kondisi inilah yang memungkinkan untuk
memperoleh laba yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan.
Berdasarkan pembahasan tersebut terlihat bahwa penentuan harga pokok
produksi secara cermat memiliki arti yang sangat penting untuk keberlanjutan
usaha perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, kelangsungan usaha yang
dikelola sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi kegiatan produksi dan
kegiatan produksi tersebut menjadi berarti bagi perusahaan, apabila
perusahaan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas
produknya. Sesuai dengan pembahasan di atas, maka permasalahan yang akan
dikaji yaitu apakah perbedaan penerapan metode penentuan harga pokok
produksi pada suatu perusahaan berpengaruh terhadap tingkat laba yang
dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan?
METODE PENELITIAN
Metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yaitu observasi,
interview, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
teknik analisis penetapan harga pokok produk sebagaimana yang berlaku pada
akuntansi biaya. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh penerapan metode
penetapan harga pokok produksi, maka sebelumnya disajikan laporan harga
pokok produksi dan laporan rugi laba perusahaan sesuai dengan teori atau
peraturan yang ada. Hasil perhitungan atau analisis yang dilakukan
dibandingkan dengan apa hasil perhitungan atau analisis yang disajikan oleh
perusahaan, sehingga dapat diperoleh informasi bagaimana pengaruh
perbedaan penerapan metode penghitungan harga pokok produksi terhadap
laba/rugi perusahaan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesesuaian Penerapan Metode
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa,
metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan
kopi tidak sesuai dengan teori atau norma-norma yang ada. Ketidak sesuaian
tersebut terlihat terlihat sesjak awal, yaitu baik pada saat melaksanakan
pengelompokan maupun perlakuan perusahaan terhadap biaya-biaya yang
terjadi selama periode tertentu. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
pada perusahaan kopi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Perusahaan kopi yang diteliti tidak melakukan penggolongan biaya
sebagaimana mestinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat unsurunsur
biaya pemasaran dan unsur biaya administrasi dan umum yang
dicatatnya sebagai unsur harga pokok penjualan. Perlakuan tersebut akan
mengakibatkan tingginya harga pokok penjualan yang ditetapkan oleh
perusahaan. Informasi tentang besarnya harga pokok penjualan tersebut dapat
menyesatkan bagi perusahaan.
Terdapat pengorbanan sumber ekonomi sebagai unsur pembentuk harga
pokok produksi, akan tetapi belum dimasukkan sebagai pembentuk harga
pokok produk yang dihasilkan, yaitu berupa tenaga kerja tidak langsung, baik
untuk produk yang berupa kopi bubuk maupun kopi biji. Terdapat
pengorbanan sumber ekonomi yang manfaatnya dinikmati bersama oleh
bagian-bagian yang ada akan tetapi oleh perusahaan belum dialokasikan
kepada bagian-bagian yang menikmati jasa tersebut. Hal ini terlihat pada
biaya PBB, di mana sebagian besar bangunan dan tanah dimanfaatkan untuk
kegiatan produksi.
Perusahaan membebankan pengorbanan sumber ekoinomi yang terjadi
hanya kepada harga pokok penjualan saja, dengan demikian perusahaan tidak
melakukan alokasi pengorbanan tersebut kepada produk yang masih terdapat
dalam persediaan akhir. Hal ini mengakibatkan nilai persediaan akhir menjadi
terlalu kecil dan harga pokok penjualan menjadi terlalu besar. Perusahaan
tidak memperhitungkan barang dalam proses awal dalam menentukan harga
pokok penjualan. Hal ini tidak terlihat adanya unsur biaya yang melekat
dalam barang dalam proses awal.
Berdasarkan perhitungan dan analisis harga pokok penjualan yang
dilakukan oleh perusahaan terlihat, bahwa perusahaan kopi yang diteliti tidak
menghitung besarnya harga pokok produk yang dihasilkan. Perusahaan secara
langsung membebankan seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun
tidak langsung dan biaya overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai
harga pokok penjualan. Cara penghitungan yang dilakukan oleh perusahaan
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
7
kopi tersebut tidak akan menunjukkan berapa besarnya harga pokok produk
yang dihasilkan.
Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah
terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, bahkan juga
produk yang masih ada dalam proses penyelesaian, masing-masing telah
menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri. Oleh
karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok yang
masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead
pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus
dibebankan kepada produk yang dihasilkan secara proporsional, sehingga
dapat memberikan informasi yang lebih tepat.
Perlakuan yang terjadi haruslah dikembalikan pada konsep yang ada,
bahwa harga pokok produk merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang
digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu (Moriarity, 1987).
Dengan demikian maka nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir
akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya
unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik. Hal ini dapat terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik yang terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada
setiap produk yang dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa metode perhitungan
harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan kopi yang diteliti tidak sesuai
dengan teori atau norma-norma yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi
pada periode tersebut seluruhnya dibebankan kepada produk yang terjual pada
periode tersebut sebagai harga pokok penjualan. Di pihak lain, produk yang
dihasilkan pada periode tersebut belum seluruhnya terjual, sehingga
perusahaan masih memiliki persediaan produk jadi yang harga pokoknya
hanya terdiri dari satu unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan
baku. Persediaan produk jadi tersebut tidak dibebani dengan unsur-unsur
biaya lainnya kecuali hanya biaya bahan baku.
Dasar Pertimbangan Penerapannya
Perusahaan dalam menerapan metode perhitungan besarnya harga pokok
produksi kopi tentu saja tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan yang
menguntungkan bagi perusahaan. Namun demikian, pertimbanganpertimbangan
tersebut tidak akan terlepas dari kebaikan dan kelemahan yang
melekat pada metode yang diterapkan tersebut dan selanjutnya akan
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
8
berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Adapun beberapa dampak
positif yang diperoleh perusahaan sebagai akibat adanya penerapan
perhitungan total biaya produksi kopi dapat dikemukakan sebagai berikut.
Perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam menghitung besarnya
harga pokok produksi. Hal ini karena perusahaan tidak perlu melakukan
perhitungan secara rinci dengan mengelompokkan terlebih dahulu ke berbagai
biaya yang terjadi di perusahaan. Hal demikian dianggapnya oleh perusahaan
tidak perlu dilakukan, karena semua biaya pada akhirnya akan dipertemukan
dengan jumlah penjualan yang dicapai perusahaan.
Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan alokasi biaya, terutama
biaya yang mempunyai fungsi ganda, yaitu satu transaksi dan satu jumlah
yang tidak jelas bagian-bagiannya akan tetapi jasanya dinikmati oleh bebepara
fungsi yang ada dalam perusahaan. Alokasi biaya oleh perusahaan
dianggapnya sebagai langkah yang mempersulit pekerjaan dan langkah
tersebut dianggapnya tidak memberikan manfaat yang sebanding dengan
pekerjaan yang dilakukan.
Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan untuk mengalokasikan
biaya-biaya produksi yang terjadi ke dalam produk yang terjual dan produk
yang tersedia dalam persediaan akhir periode. Semua biaya yang terjadi
langsung diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan, sehingga
kemungkinan kesalahan menghitung lebih kecil. Produk yang belum terjual
atau produk jadi yang masih dalam persediaan akan dibebani dengan biayabiaya
yang terjadi pada saat produk atau persediaan produk tersebut telah
terjual.
Di sisi lain, terdapat beberapa kelemahan yang terjadi akibat adanya
penerapan perhitungan harga pokok produksi kopi sebagaimana yang
dilakukan oleh perusahaan. Beberapa kelemahan tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut.
Perhitungan harga pokok produksi dilakukan tidak cermat dan tidak
mencerminkan harga pokok produksi yang sesungguhnya pada periode
tersebut. Hal ini dapat terjadi karena semua biaya yang terjadi pada periode
tertentu seluruhnya diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan tanpa
memisahkan antara harga pokok produk, harga pokok penjualan, dan biaya
usaha lainnya.
Apabila persediaan produk jadi dan barang dalam proses pada akhir
periode besar, akan memberikan informasi yang menyesatkan bagi manajemen
dalam pengambilan keputusan. Tanpa adanya perhitungan harga pokok
produk yang dihasilkan, maka tidak akan mengetahui berapa besarnya harga
pokok produk yang telah terjual dan yang masih ada dalam persediaan. Cara
demikian mengakibatkan biaya yang melekat pada persediaan produk jadi
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
9
hanyalah terdiri dari biaya bahan baku saja, sedangkan produk tersebut telah
menyerap biaya tenaga kerja dan biaya lainnya karena telah diproses.
Kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi memerlukan tiga
pengorbanan sumber ekonomi yang berupa (1) pengorbanan bahan baku, (2)
pengorbanan jasa tenaga kerja, dan (3) pengorbanan jasa fasilitas (Mulyadi,
1990).
Perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pengendalian
biaya, karena perusahaan tidak dapat mengetahui bagian-bagian mana yang
sudah efisien dan bagian mana yang belum efisien. Keadaan tersebut
menyulitkan bagi perushaaan untuk membuat suatu kebijakan yang berkaitan
dengan pengendalian biaya produksi.
Perusahaan akan memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan
kondisi yang seharusnya ada berdasarkan peristiwa atau transaksi yang terjadi
pada perusahaan. Pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan didasarkan
pada bukti-bukti yang ada, oleh karena itu informasi yang diberikan
seharusnya memberikan gambaran yang seharusnya sesuai dengan bukti-bukti
yang ada.
Pengaruh Penggunaan Metode terhadap Besarnya Rugi Laba
Dalam melaksanakan proses produksi, pada dasarnya perusahaan dapat
menghasilkan tiga macam produk pokok dari proses produksi yang dilakukan.
Ketiga macam kopi sebagai hasil pengolahan tersebut berupa (1) kopi biji
olahan, (2) kopi biji piksel, dan (3) kopi bubuk. Kopi bubuk merupakan
produk yang memerlukan proses tambahan setelah dilakukan proses
pemisahan antara kopi biji olahan (kualitas ekspor) dengan kopi biji piksel.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh
perusahaan kopi yang diteliti merupakan produk bersama yang dihasilkan dari
satu proses produksi dengan menghasilkan dua macam produk yaitu berupa
kopi biji olahan dan kopi biji piksel. Berkaitan dengan produk yang
dihasilkan tersebut, maka perusahaan lebih tepat menggunakan metode harga
pokok bersama. Biaya produk bersama dikeluarkan sejak saat mula-mula
bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat
dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990).
Berdasarkan hasil analisis harga pokok penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan, terlihat bahwa perusahaan tidak menghitung besarnya harga
pokok produksi yang dihasilkan. Perusahaan secara langsung membebankan
seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung dan biaya
overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai harga pokok penjualan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
10
Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah
terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, masing-masing
telah menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri.
Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok
yang masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead
pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus
dibebankan kepada produk secara proporsional.
Dengan demikian nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir
akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya
unsur biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Hal ini dapat
terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang
terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada setiap produk yang
dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan.
Hasil analisis yang diulakukan jelaslah menunjukkan, bahwa metode
perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan
teori atau aturan yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi seluruhnya
dibebankan kepada produk yang terjual pada periode tersebut. Di pihak lain
perusahaan masih memiliki persediaan produk yang hanya terdiri dari satu
unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan baku.
Berdasarkan hasil analisis membuktikan, bahwa kesalahan dalam
menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan
berpengaruh terhadap besarnya rugi laba. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa,
laba bersih tahun berjalan yang dicapai oleh perusahaan berdasarkan
perhitungan setelah adanya perubahan harga pokok produksi dan harga pokok
penjualan (dengan menggunakan metode harga pokok bersama), yaitu sebesar
Rp 3.682.791.985,00. Sedangkan laba bersih tahun berjalan yang dicapai
berdasarkan perhitungan sebelum adanya perubahan harga pokok produksi dan
harga pokok penjualan (metode yang digunakan perusahaan) sebesar Rp
541.944.617,00.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan rugi laba yang diakui oleh
perusahaan dengan hasil penelitian di akibatkan oleh adanya perbedaan harga
pokok penjualan yang diperhitungkan sebagai akibat perbedaan penggunaan
metode penentuan harga pokok produksi. Harga pokok penjualan menurut
perhitungan perusahaan Rp 508.044.877.317,00 dan menurut hasil analisis
penelitian Rp 500.220.058.830,00. Dengan mendasarkan pada pembukuan
yang dibuat oleh perusahaan, maka untuk mendapatkan harga pokok produk
terjual yang seharusnya (berdasarkan metode harga pokok produk bersama),
yaitu sebesar Rp 500.220.058.830,00, dapat dihitung sbb.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
11
Harga pokok penjualan menurut perusahaan Rp 508.044.877.317,00
Dikurangi:
Biaya adminstrasi dan umum Rp 6.882.325,00
Biaya pemasaran Rp 3.388.903.561,00 +
Rp 3.395.785.886,00
Rp 504.649.091.431,00
Ditambah:
Biaya tenaga kerja tidak langsung Rp 54.000.000,00
Pajak bumi dan bangunan Rp 3.892.567,00
Biaya bahan baku kopi biji Rp 3.257.508.845,00
Biaya bahan baku kopi bubuk Rp 340.115.104,00
BDP awal Rp 152.126.040,00 +
Rp 3.807.642.556,00
Harga Pokok Produksi tahun 1998 Rp 508.456.733.987,00
Tambah:
Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00
Rp 510.332.365.167,00
Dikurangi:
Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00
Untuk bahan Kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00 +
Rp 10.112.306.296,00
Harga Pokok Penjualan yang seharusnya Rp 500.220.058.870,00
Berdasarkan catatan/perhitungan perusahaan, maka untuk mendapatkan harga
pokok produksi yang seharusnya (dengan memperhatikan unsur-unsur harga
pokok produksi), untuk seluruh harga pokok produksi perlu dibuat jurnal
penyesuaian sbb.
Harga Pokok Produk Rp 3.807.642.556
Biaya Bahan Baku kopi Biji Rp 3.257.508.845
BTKerja Tidak Langsung Kopi Biji Rp 30.000.000
Biaya PBB/Pajak Daerah Rp 3.892.567
Biaya Bahan Baku Kopi Bubuk Rp 340.115.104
BTKTL Kopi Bubuk Rp 24.000.000
Barang dalam proses awal Rp 152.126.040
Biaya Pemasaran Rp 3.388.903.561
Biaya Administrasi dan Umum Rp 6.882.325
Harga Pokok Produk Rp 3.395.785.886
Harga Pokok Penjualan Rp 1.875.631.180,00
Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
12
Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00
Bahan kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00
Harga Pokok Penjualan Rp 10.112.306.296,00
Adanya perbedaan harga pokok penjualan tersebut tentu saja akan
berpengaruh terhadap besarnya rugi/laba yang diakui oleh perusahaan. Rugi
laba menurut perhitungan perusahaan sebesar Rp 541.944.617,00 sedangkan
menurut hasil analisis sebesar Rp 3.682.791.985,00 sehingga terdapat selisih
sebesar Rp 3.140.847.668,00. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sbb.
Perbedaan laba kotor penjualan Rp 7.824.818.487,00
Dikurangi perbedaan:
Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188
Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131
Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500 +
Rp 4.683.970.819,00 -
Perbedaan laba bersih Rp 3.140.847.668,00
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka apabila mendasarkan pada hasil
perhitungan rugi laba perusahaan perlu dibuatkan jurnal penyesuaian sbb.
Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188,00
Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131,00
Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500,00
Rugi laba Rp 4.683.970.819,00
SIMPULAN
Berdasarkan pada analisis data dan pembahasan sebagaimana yang
dikemukakan di atas, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Metode perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak
sesuai dengan aturan atau teori yang ada. Hal ini karena semua biaya
produksi yang terjadi pada satu periode tertentu seluruhnya dibebankan
kepada produk yang terjual pada periode tersebut (saat terjadinya biaya
produksi). Di pihak lain perusahaan masih memiliki persediaan produk
pada akhir periode atau tidak seluruh produksi yang dihasilkan dapat habis
terjual.
2. Kesalahan dalam menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan mengakibatkan jumlah laba yang diakui perusahaan menjadi
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
13
terlalu kecil dari yang seharusnya. Kondisi ini terjadi karena biaya tenaga
kerja, sebagian biaya administrasi dan umum, dan biaya pemasaran
dibebankan seluruhnya sebagai harga pokok penjualan pada periode yang
bersangkutan.
3. Ketidaksesuaian metode penghitungan harga pokok produksi yang
diterapkan perusahaan dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam
penerapan cara perhitungan harga pokok produksi tersebut diakibatkan
beberapa faktor, antara lain:
4. Perusahaan tidak melakukan pengelompokan biaya-biaya yang terjadi
(selain biaya bahan baku) secara cermat ke dalam biaya produksi (biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik), biaya administrasi dan
umum, dan biaya pemasaran. Hal ini sangat perlu untuk dilakukan
sehingga dapat menempatkan biaya sebagaimana mestinya dan mampu
memberikan informasi yang semestinya.
5. Perusahaan tidak melakukan alokasi biaya produksi keseluruh produk yang
dihasilkan (produk yang telah terjual dan masih dalam persediaan), tetapi
perusahaan hanya membebankan seluruh biaya kepada produk yang terjual
sehingga memberikan harga pokok penjualan yang sangat tinggi.
6. Biaya-biaya yang dibebankan oleh perusahaan kepada harga pokok
penjualan tidak hanya biaya produksi akan tetapi juga biaya non produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, sebagian biaya administrasi dan umum
yang di dalamnya termasuk biaya tenaga kerja (baik biaya tenaga kerja
langsung maupun biaya tenaga kerja tidak langsung) dan biaya overhead
pabrik, serta biaya pemasaran. Cara demikian terlihat bahwa perusahaan
terlalu menyederhakan persoalan tanpa memperhatikan akibat yang
ditimbulkannya.
7. Ada sebagian biaya administrasi dan umum, oleh perusahaan dimasukkan
sebagai komponen harga pokok penjualan (tanpa melalui harga pokok
produksi) yang seharusnya tidak dan sebaliknya ada biaya administrasi dan
umum yang seharusnya dibebankan atau dialokasikan sebagai harga pokok
penjualan (melalui harga pokok produksi terlebih dahulu) tetapi oleh
perusahaan tidak dilakukan. Oleh karena itu tidak terdapat konsistensi dari
apa yang dilakukan oleh perusahaan.
8. Perusahaan tidak melakukan pemisahan antara biaya tenaga kerja langsung
dan biaya tenaga kerja tidak langsung sehingga informasi yang diperoleh
bersifat menyeluruh. Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan
oleh perusahaan tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara produk
yang siap dijual, produk yang terjual, dan produk yang masih dalam
persediaan akhir. Kondisi demikian merupakan kesalahan besar bagi
perusahaan dan dapat menyesatkan bagi pihak yang berkepentingan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
14
9. Adanya berbagai kesalahan tersebut mengakibatkan harga pokok
penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan menjadi terlalu besar. Kondisi
demikian akan memiliki dampak terhadap besarnya nilai persediaan
produk dan besarnya laba yang diakui oleh perusahaan pada periode yang
sama. Terlalu tingginya penetapan harga pokok penjualan mengakibatkan
nilai persediaan yang tercantum di dalam neraca menjadi terlalu rendah
dan laba yang diakui pada periode tersebut juga menjadi terlalu rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1983. Pedoman Menentukan Harga Produk. Adaptasi Staf
Lembaga PPM. Seri Manajemen No. 86. Penerbit PT Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta.
Blocker, John G. and Weltmer, W. Keith. Cost Accounting. Third Edition.
McGraw-Hill Book Company Inc. New York.
Doyle, David. 1996. Pengendalian Biaya Pedoman Strategis. Seri
Manajemen Nomor 169. Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo.
Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. 1996. Budgeting Peranggaran Perencanaan
Lengkap: untuk membantu manajemen. Penerbit PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Satu.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Dua.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Layord, Richard and Glaister, Stephen. 1996. Cost – Benefit Analysis.
Second edition. Combridge University Press. Cambridge.
Australia.
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. 1987. Cost Accounting. Second Edition.
John Wiley & Sons. Singapore.
Matz, Adolph and Usry, Milton F. 1980. Cost Accounting Planning and
Control. Seventh edition. International Business and management
Series. South-Western Publishing Co. Cincinnati Ohio.
Mulyadi. 1990. Akuntansi Biaya. Edisi ke 4. Badan Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Purba, Radiks. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit
Analysis). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak..
kalo boleh kasih masukann,,

ntu tulisannya terlalu gede"...
gak teratur lagii..

semangat ya mbakk,,, ^^
ciayoooo

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
animo mengatakan...

ok...terimakasih atas masukannya....^^....

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK TERHADAP LABA PERUSAHAAN

PENGARUH PENERAPAN METODE HARGA POKOK
TERHADAP LABA PERUSAHAAN
(Studi Kasus pada Perusahaan Kopi Di Lampung)
R. Gunawan Sudarmanto1
ABSTRACT
The objective of this research was to analysis the impact of the product costing
method that applied to the enterprise profit. Interview and documentation were
conducted to collect the data and the cost accounting model was used to analyzes
them. The result shows that product costing method that enterprise applied did not
conform to the theory or the financial accounting standard. All of the costs and
expenses (production and unproduction) were applied as cost of products sold.
Nevertheless, the enterprise has inventory for finished product at the end of period. So
that, the profit of the enterprise was too small then must be.
Keywords: Production costing method, profit
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode penetapan harga
pokok ke laba yang diakui oleh perusahaan. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data yaitu interview dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan model akuntansi biaya untuk harga pokok produk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan
tidak sesuai dengan teori atau standar akuntansia keuangan. Semua harga pokok dan
biaya lainnya (biaya produksi dan biaya nonproduksi) diperhitungkan sebagai harga
pokok produk yang dijual. Di sisi lain perusahaan memiliki persediaan produk jadi
pada akhir periode, oleh karena itu laba perusahaan menjadi lebih kecil dari yang
seharusnya.
Kata Kunci : Metode Harga Pokok, Laba
PENDAHULUAN
Kegiatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan sangatlah kompleks,
hal ini karena perusahaan memiliki banyak tujuan yang akan dicapai.
Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup yang dapat memperbaiki kesejahteraan pemilik,
1 R. Gunawan Sudarmanto, Drs., S.E., M.M. adalah Staf Pengajar Program Studi
Pendidikan Ekonomi (Akuntansi), Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr.
Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedongmeneng Bandar Lampung, 35145.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
2
pekerja, masyarakat, kepuasan dan pengembangan karyawan, peningkatan dan
pengembangan usaha dengan memaksimumkan laba usaha.
Laba dalam suatu perusahaan merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lainnya. Laba bukan merupakan satusatunya
tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan, namun tanpa adanya laba
dalam usaha, maka perusahaan tidak akan mampu untuk mencapai tujuan yang
lainnya. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa laba juga digunakan sebagai
alat untuk mengukur maju mundurnya suatu perusahaan dalam menjalankan
kegiatannya. Secara sederhana kemajuan suatu perusahaan dapat dilihat dari
perkembangan tingkat laba yang dicapai dari satu periode ke periode
berikutnya. Apabila laba yang diperoleh selalu tinggi dan mengalami
peningkatan, maka perusahaan memiliki prospek yang sangat baik.
Secara sederhana, laba yang dicapai oleh perusahaan dapat dihitung
dengan cara mengurangkan penghasilan yang dicapai dalam periode tertentu
dengan semua biaya yang terjadi pada periode akuntansi tersebut. Biaya-biaya
yang terjadi dalam satu periode akuntansi diantaranya terdapat biaya langsung
yang berhubungan dengan proses produksi yang disebut dengan biaya
produksi atau harga pokok produksi. Dengan demikian harga pokok produksi
mempunyai keterkaitan terhadap besar-kecilnya laba perusahaan meskipun
secara tidak langsung.
Besar-kecilnya laba yang dicapai oleh suatu perusahaan sangat
dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga pokok produksi atas barang yang
diperdagangkan. Analisis biaya dan laba dan suatu pemahaman tentang
perilaku biaya (Matz and Usry, 1980) merupakan suatu contoh yang
menunjukkan adanya keterkaitan antara biaya dan laba. Oleh karena itu
perusahaan haruslah dapat bekerja secara efisien sehingga perusahaan mampu
memberikan produk atau jasa dengan mengorbankan sumber ekonomi yang
minimum (Moriarity, 1987).
Dalam perusahaan manufaktur, biaya industri atau harga pokok
produksi merupakan jumlah yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan
biaya-biaya usaha yang lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu
bekerja secara cermat dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya
harga pokok produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi.
Adanya kecermatan dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya
efisiensi bagi perusahaan tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk
yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami karena pemotongan biaya pada
akhirnya dapat merusak kualitas produk, menjauhkan para klien dan pemasok,
dan memberikan isyarat yang keliru kepada para pemegang saham dan
masyarakat luas secara keseluruhan (Doyle, 1996).
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
3
Ketelitian dalam menetapkan besarnya harga pokok produksi akan
ditentukan oleh kompleksitas usaha/kegiatan yang dilakukan perusahaan.
Perusahaan yang mengolah produknya secara terus menerus atau merupakan
produksi massa, perlu adanya penentuan besarnya tarif pembebanan biaya
kepada produk secara cermat. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan
dalam perhitungan harga pokok produksi diperlukan prosedur yang jelas dan
tepat, yang memungkinkan dikembangkannya pengawasan secara efektif
terhadap biaya-biaya yang dibebankan kepada produk tersebut. Kecermatan
dalam penentuan harga pokok produk sangat diperlukan sehingga
ketidaktepatan metode tradisional dalam mengalokasikan biaya-biaya
overhead kepada produk hanya mendasarkan pada biaya langsung dapat
dikurangi (Harahap, 1996).
Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi robusta kualitas asalan
tampaknya merupakan perusahaan yang sederhana, namun demikian dilihat
dari banyaknya jenis produk yang dihasilkan menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut sangat kompleks. Proses produksi
yang dilakukan hanya menggunakan satu bahan baku, yaitu kopi robusta
asalan dan menghasilkan kopi bubuk serta berbagai jenis kopi biji dengan
berbagai ukuran dan berbagai kualitas. Adanya berbagai ukuran atau kualitas
kopi biji yang berbeda, maka memerlukan adanya proses yang berbeda.
Adanya perbedaan proses produksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perbedaan harga pokok produk yang dihasilkan.
Banyaknya produk yang dihasilkan berupa kopi biji dengan berbagai
kualitas tersebut memerlukan adanya perhitungan harga pokok yang teliti,
sehingga dapat memberikan atau menetapkan harga yang tepat (layak) untuk
setiap jenis kopi biji yang dihasilkan. Oleh karena itu penghitungan dan
penerapan harga pokok yang tepat untuk tiap-tiap jenis kopi yang dihasilkan
sangat besar artinya. Suatu proses produksi dengan satu bahan baku dan
menghasilkan lebih dari satu produk akan memunculkan biaya bersama, yang
dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat
berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990).
Besar-kecilnya biaya operasi perusahaan sangat berpengaruh terhadap
penetapan harga jual produk (Purba, 1997). Produk yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan akan memperoleh pasaran atau tidak diantaranya
dipengaruhi oleh perbandingan harga produk yang dihasilkan dengan harga
produk serumpun yang dihasilkan oleh perusahaan lain (Purba, 1997). Hanya
perusahaan dengan daya saing kuat dan bekerja dengan efisiensi tinggi yang
tetap mendapatkan peluang untuk bersaing di pasar global (Nasehatun, 1999).
Perusahaan dalam menetapkan atau menghitung biaya produksi haruslah
dilaksanakan dengan cermat sehingga informasi yang dihasilkan dapat
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
4
digunakan untuk melakukan pengendalian biaya. Perusahaan haruslah
memiliki sistem akuntansi dan menerapkannya sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan. Perusahaan manufaktur yang mengolah kopi menjadi
berbagai jenis produk kopi, perlu melakukan penggolongan biaya produksi
secara tegas dalam upaya menghitung besarnya harga pokok yang dibebankan
kepada produk yang dihasilkan. Penghitungan harga pokok produksi yang
dihasilkan perlu memperhatikan unsur-unsur pembentuk harga pokok produksi
tersebut, sehingga informasi yang diperoleh kurang sesuai untuk pengambilan
keputusan bagi manajemen.
Manajemen sangat memerlukan informasi biaya produksi yang dapat
diperbandingkan untuk membantu dalam (1) menetapkan laba perusahaan, (2)
menetapkan target departemen, (3) pengukuran dan pengendalian departemen,
dan (4) menganalisis dan memutuskan keseimbangan penetapan laba dan
tujuan perusahaan lainnya (Matz and Usry, 1980). Adanya analisis data biaya
produksi yang cermat akan memberikan beberapa manfaat pokok yang berupa
(1) perencanaan laba melalui budget, (2) pengendalian biaya melalui
akuntansi pertanggungjawaban, (3) pengukuran laba periodik, (4) membantu
dalam menetapkan harga jual dan kebijakan harga, dan (5) memberi data biaya
harga pokok yang relevan untuk proses analisis guna pengambilan keputusan
(Matz and Usry, 1980).
Keberlanjutan kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan
diantaranya juga ditentukan oleh tingkat efisiensi dan laba yang dicapai oleh
perusahaan. Semakin tinggi tingkat laba yang dicapai dengan kemampuan
bersaing yang tinggi pula, maka kemampuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan semakin besar, demikian juga sebaliknya.
Laba yang dicapai oleh perusahaan dapat digunakan sebagai salah satu ukuran
tingkat perkembangan usaha yang dilakukan. Perusahaan tidak akan
mengalami perkembangan yang baik apabila perusahaan yang bersangkutan
tidak pernah memperoleh keuntungan usaha.
Upaya mencapai tingkat laba yang diharapkan oleh suatu perusahaan
tidak dapat hanya dilakukan dengan memainkan harga jual yang harus dibayar
oleh pembeli. Harga yang akan dibayar oleh pembeli bukanlah merupakan
kekuasaan mutlak bagi penjual. Cara demikian sangat rawan untuk
perkembangan dan keberlanjutan kegiatan perusahaan. Hal demikian dapat
mengakibatkan suatu perusahaan akan ditinggalkan oleh perusahaan lain
sebagai pesaingnya. Oleh karena itu penentuan tingkat laba yang diharapkan
oleh perusahaan haruslah dicapai dengan cara meningkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja tanpa menurunkan kualitas produk. Adanya tingkat efisiensi
kerja yang tinggi dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi tingkat harga
pokok produksi.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
5
Dalam perusahaan industri, harga pokok produksi merupakan jumlah
yang sangat besar porsinya dibandingkan dengan biaya-biaya usaha yang
lainnya. Oleh karena itu perusahaan haruslah mampu bekerja secara cermat
dan teliti dalam menggunakan dan menentukan besarnya harga pokok
produksi agar dapat dilakukan penekanan biaya produksi. Adanya kecermatan
dan ketelitian dalam bekerja memungkinkan adanya efisiensi bagi perusahaan
tanpa menurunkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
Adanya kecermatan dalam penentuan harga pokok dan efisiensi kerja
dapat berakibat pada rendahnya harga pokok produk yang dihasilkan tanpa
menurunkan kualitas produk tersebut. Rendahnya harga pokok produk (tanpa
menurunkan atau mengurangi kualitas) jika dibandingkan dengan harga pokok
produk perusahaan lain yang sejenis, memungkinkan untuk bersaing mencapai
tingkat laba yang diharapkan. Kondisi inilah yang memungkinkan untuk
memperoleh laba yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan.
Berdasarkan pembahasan tersebut terlihat bahwa penentuan harga pokok
produksi secara cermat memiliki arti yang sangat penting untuk keberlanjutan
usaha perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, kelangsungan usaha yang
dikelola sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi kegiatan produksi dan
kegiatan produksi tersebut menjadi berarti bagi perusahaan, apabila
perusahaan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas
produknya. Sesuai dengan pembahasan di atas, maka permasalahan yang akan
dikaji yaitu apakah perbedaan penerapan metode penentuan harga pokok
produksi pada suatu perusahaan berpengaruh terhadap tingkat laba yang
dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan?
METODE PENELITIAN
Metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yaitu observasi,
interview, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
teknik analisis penetapan harga pokok produk sebagaimana yang berlaku pada
akuntansi biaya. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh penerapan metode
penetapan harga pokok produksi, maka sebelumnya disajikan laporan harga
pokok produksi dan laporan rugi laba perusahaan sesuai dengan teori atau
peraturan yang ada. Hasil perhitungan atau analisis yang dilakukan
dibandingkan dengan apa hasil perhitungan atau analisis yang disajikan oleh
perusahaan, sehingga dapat diperoleh informasi bagaimana pengaruh
perbedaan penerapan metode penghitungan harga pokok produksi terhadap
laba/rugi perusahaan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesesuaian Penerapan Metode
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa,
metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan oleh perusahaan
kopi tidak sesuai dengan teori atau norma-norma yang ada. Ketidak sesuaian
tersebut terlihat terlihat sesjak awal, yaitu baik pada saat melaksanakan
pengelompokan maupun perlakuan perusahaan terhadap biaya-biaya yang
terjadi selama periode tertentu. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
pada perusahaan kopi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Perusahaan kopi yang diteliti tidak melakukan penggolongan biaya
sebagaimana mestinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat unsurunsur
biaya pemasaran dan unsur biaya administrasi dan umum yang
dicatatnya sebagai unsur harga pokok penjualan. Perlakuan tersebut akan
mengakibatkan tingginya harga pokok penjualan yang ditetapkan oleh
perusahaan. Informasi tentang besarnya harga pokok penjualan tersebut dapat
menyesatkan bagi perusahaan.
Terdapat pengorbanan sumber ekonomi sebagai unsur pembentuk harga
pokok produksi, akan tetapi belum dimasukkan sebagai pembentuk harga
pokok produk yang dihasilkan, yaitu berupa tenaga kerja tidak langsung, baik
untuk produk yang berupa kopi bubuk maupun kopi biji. Terdapat
pengorbanan sumber ekonomi yang manfaatnya dinikmati bersama oleh
bagian-bagian yang ada akan tetapi oleh perusahaan belum dialokasikan
kepada bagian-bagian yang menikmati jasa tersebut. Hal ini terlihat pada
biaya PBB, di mana sebagian besar bangunan dan tanah dimanfaatkan untuk
kegiatan produksi.
Perusahaan membebankan pengorbanan sumber ekoinomi yang terjadi
hanya kepada harga pokok penjualan saja, dengan demikian perusahaan tidak
melakukan alokasi pengorbanan tersebut kepada produk yang masih terdapat
dalam persediaan akhir. Hal ini mengakibatkan nilai persediaan akhir menjadi
terlalu kecil dan harga pokok penjualan menjadi terlalu besar. Perusahaan
tidak memperhitungkan barang dalam proses awal dalam menentukan harga
pokok penjualan. Hal ini tidak terlihat adanya unsur biaya yang melekat
dalam barang dalam proses awal.
Berdasarkan perhitungan dan analisis harga pokok penjualan yang
dilakukan oleh perusahaan terlihat, bahwa perusahaan kopi yang diteliti tidak
menghitung besarnya harga pokok produk yang dihasilkan. Perusahaan secara
langsung membebankan seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun
tidak langsung dan biaya overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai
harga pokok penjualan. Cara penghitungan yang dilakukan oleh perusahaan
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
7
kopi tersebut tidak akan menunjukkan berapa besarnya harga pokok produk
yang dihasilkan.
Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah
terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, bahkan juga
produk yang masih ada dalam proses penyelesaian, masing-masing telah
menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri. Oleh
karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok yang
masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead
pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus
dibebankan kepada produk yang dihasilkan secara proporsional, sehingga
dapat memberikan informasi yang lebih tepat.
Perlakuan yang terjadi haruslah dikembalikan pada konsep yang ada,
bahwa harga pokok produk merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang
digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu (Moriarity, 1987).
Dengan demikian maka nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir
akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya
unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik. Hal ini dapat terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik yang terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada
setiap produk yang dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa metode perhitungan
harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan kopi yang diteliti tidak sesuai
dengan teori atau norma-norma yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi
pada periode tersebut seluruhnya dibebankan kepada produk yang terjual pada
periode tersebut sebagai harga pokok penjualan. Di pihak lain, produk yang
dihasilkan pada periode tersebut belum seluruhnya terjual, sehingga
perusahaan masih memiliki persediaan produk jadi yang harga pokoknya
hanya terdiri dari satu unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan
baku. Persediaan produk jadi tersebut tidak dibebani dengan unsur-unsur
biaya lainnya kecuali hanya biaya bahan baku.
Dasar Pertimbangan Penerapannya
Perusahaan dalam menerapan metode perhitungan besarnya harga pokok
produksi kopi tentu saja tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan yang
menguntungkan bagi perusahaan. Namun demikian, pertimbanganpertimbangan
tersebut tidak akan terlepas dari kebaikan dan kelemahan yang
melekat pada metode yang diterapkan tersebut dan selanjutnya akan
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
8
berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Adapun beberapa dampak
positif yang diperoleh perusahaan sebagai akibat adanya penerapan
perhitungan total biaya produksi kopi dapat dikemukakan sebagai berikut.
Perusahaan akan memperoleh kemudahan dalam menghitung besarnya
harga pokok produksi. Hal ini karena perusahaan tidak perlu melakukan
perhitungan secara rinci dengan mengelompokkan terlebih dahulu ke berbagai
biaya yang terjadi di perusahaan. Hal demikian dianggapnya oleh perusahaan
tidak perlu dilakukan, karena semua biaya pada akhirnya akan dipertemukan
dengan jumlah penjualan yang dicapai perusahaan.
Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan alokasi biaya, terutama
biaya yang mempunyai fungsi ganda, yaitu satu transaksi dan satu jumlah
yang tidak jelas bagian-bagiannya akan tetapi jasanya dinikmati oleh bebepara
fungsi yang ada dalam perusahaan. Alokasi biaya oleh perusahaan
dianggapnya sebagai langkah yang mempersulit pekerjaan dan langkah
tersebut dianggapnya tidak memberikan manfaat yang sebanding dengan
pekerjaan yang dilakukan.
Perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan untuk mengalokasikan
biaya-biaya produksi yang terjadi ke dalam produk yang terjual dan produk
yang tersedia dalam persediaan akhir periode. Semua biaya yang terjadi
langsung diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan, sehingga
kemungkinan kesalahan menghitung lebih kecil. Produk yang belum terjual
atau produk jadi yang masih dalam persediaan akan dibebani dengan biayabiaya
yang terjadi pada saat produk atau persediaan produk tersebut telah
terjual.
Di sisi lain, terdapat beberapa kelemahan yang terjadi akibat adanya
penerapan perhitungan harga pokok produksi kopi sebagaimana yang
dilakukan oleh perusahaan. Beberapa kelemahan tersebut dapat dikemukakan
sebagai berikut.
Perhitungan harga pokok produksi dilakukan tidak cermat dan tidak
mencerminkan harga pokok produksi yang sesungguhnya pada periode
tersebut. Hal ini dapat terjadi karena semua biaya yang terjadi pada periode
tertentu seluruhnya diperhitungkan sebagai harga pokok penjualan tanpa
memisahkan antara harga pokok produk, harga pokok penjualan, dan biaya
usaha lainnya.
Apabila persediaan produk jadi dan barang dalam proses pada akhir
periode besar, akan memberikan informasi yang menyesatkan bagi manajemen
dalam pengambilan keputusan. Tanpa adanya perhitungan harga pokok
produk yang dihasilkan, maka tidak akan mengetahui berapa besarnya harga
pokok produk yang telah terjual dan yang masih ada dalam persediaan. Cara
demikian mengakibatkan biaya yang melekat pada persediaan produk jadi
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
9
hanyalah terdiri dari biaya bahan baku saja, sedangkan produk tersebut telah
menyerap biaya tenaga kerja dan biaya lainnya karena telah diproses.
Kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi memerlukan tiga
pengorbanan sumber ekonomi yang berupa (1) pengorbanan bahan baku, (2)
pengorbanan jasa tenaga kerja, dan (3) pengorbanan jasa fasilitas (Mulyadi,
1990).
Perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pengendalian
biaya, karena perusahaan tidak dapat mengetahui bagian-bagian mana yang
sudah efisien dan bagian mana yang belum efisien. Keadaan tersebut
menyulitkan bagi perushaaan untuk membuat suatu kebijakan yang berkaitan
dengan pengendalian biaya produksi.
Perusahaan akan memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan
kondisi yang seharusnya ada berdasarkan peristiwa atau transaksi yang terjadi
pada perusahaan. Pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan didasarkan
pada bukti-bukti yang ada, oleh karena itu informasi yang diberikan
seharusnya memberikan gambaran yang seharusnya sesuai dengan bukti-bukti
yang ada.
Pengaruh Penggunaan Metode terhadap Besarnya Rugi Laba
Dalam melaksanakan proses produksi, pada dasarnya perusahaan dapat
menghasilkan tiga macam produk pokok dari proses produksi yang dilakukan.
Ketiga macam kopi sebagai hasil pengolahan tersebut berupa (1) kopi biji
olahan, (2) kopi biji piksel, dan (3) kopi bubuk. Kopi bubuk merupakan
produk yang memerlukan proses tambahan setelah dilakukan proses
pemisahan antara kopi biji olahan (kualitas ekspor) dengan kopi biji piksel.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh
perusahaan kopi yang diteliti merupakan produk bersama yang dihasilkan dari
satu proses produksi dengan menghasilkan dua macam produk yaitu berupa
kopi biji olahan dan kopi biji piksel. Berkaitan dengan produk yang
dihasilkan tersebut, maka perusahaan lebih tepat menggunakan metode harga
pokok bersama. Biaya produk bersama dikeluarkan sejak saat mula-mula
bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat
dipisahkan identitasnya (Mulyadi, 1990).
Berdasarkan hasil analisis harga pokok penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan, terlihat bahwa perusahaan tidak menghitung besarnya harga
pokok produksi yang dihasilkan. Perusahaan secara langsung membebankan
seluruh biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung dan biaya
overhead pabrik kepada produk yang terjual sebagai harga pokok penjualan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
10
Produk yang telah dihasilkan oleh perusahaan, baik produk yang telah
terjual maupun yang masih tersedia dalam persediaan akhir, masing-masing
telah menyerap biaya yang terjadi dalam menghasilkan produk itu sendiri.
Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan akan memiliki harga pokok
yang masing-masing akan terdiri dari tiga unsur pembentuk harga pokok, yaitu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan juga biaya overhead
pabrik. Ketiga unsur pembentuk harga pokok produk tersebut harus
dibebankan kepada produk secara proporsional.
Dengan demikian nilai produk yang masih ada dalam persediaan akhir
akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena telah dimasukkannya
unsur biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Hal ini dapat
terjadi karena biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang
terjadi akan disebarkan secara proporsional kepada setiap produk yang
dihasilkan pada periode yang bersamaan dengan terjadinya biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik yang bersangkutan.
Hasil analisis yang diulakukan jelaslah menunjukkan, bahwa metode
perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan
teori atau aturan yang ada. Semua biaya produksi yang terjadi seluruhnya
dibebankan kepada produk yang terjual pada periode tersebut. Di pihak lain
perusahaan masih memiliki persediaan produk yang hanya terdiri dari satu
unsur harga pokok produksi saja yaitu biaya bahan baku.
Berdasarkan hasil analisis membuktikan, bahwa kesalahan dalam
menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan
berpengaruh terhadap besarnya rugi laba. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa,
laba bersih tahun berjalan yang dicapai oleh perusahaan berdasarkan
perhitungan setelah adanya perubahan harga pokok produksi dan harga pokok
penjualan (dengan menggunakan metode harga pokok bersama), yaitu sebesar
Rp 3.682.791.985,00. Sedangkan laba bersih tahun berjalan yang dicapai
berdasarkan perhitungan sebelum adanya perubahan harga pokok produksi dan
harga pokok penjualan (metode yang digunakan perusahaan) sebesar Rp
541.944.617,00.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan rugi laba yang diakui oleh
perusahaan dengan hasil penelitian di akibatkan oleh adanya perbedaan harga
pokok penjualan yang diperhitungkan sebagai akibat perbedaan penggunaan
metode penentuan harga pokok produksi. Harga pokok penjualan menurut
perhitungan perusahaan Rp 508.044.877.317,00 dan menurut hasil analisis
penelitian Rp 500.220.058.830,00. Dengan mendasarkan pada pembukuan
yang dibuat oleh perusahaan, maka untuk mendapatkan harga pokok produk
terjual yang seharusnya (berdasarkan metode harga pokok produk bersama),
yaitu sebesar Rp 500.220.058.830,00, dapat dihitung sbb.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
11
Harga pokok penjualan menurut perusahaan Rp 508.044.877.317,00
Dikurangi:
Biaya adminstrasi dan umum Rp 6.882.325,00
Biaya pemasaran Rp 3.388.903.561,00 +
Rp 3.395.785.886,00
Rp 504.649.091.431,00
Ditambah:
Biaya tenaga kerja tidak langsung Rp 54.000.000,00
Pajak bumi dan bangunan Rp 3.892.567,00
Biaya bahan baku kopi biji Rp 3.257.508.845,00
Biaya bahan baku kopi bubuk Rp 340.115.104,00
BDP awal Rp 152.126.040,00 +
Rp 3.807.642.556,00
Harga Pokok Produksi tahun 1998 Rp 508.456.733.987,00
Tambah:
Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00
Rp 510.332.365.167,00
Dikurangi:
Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00
Untuk bahan Kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00 +
Rp 10.112.306.296,00
Harga Pokok Penjualan yang seharusnya Rp 500.220.058.870,00
Berdasarkan catatan/perhitungan perusahaan, maka untuk mendapatkan harga
pokok produksi yang seharusnya (dengan memperhatikan unsur-unsur harga
pokok produksi), untuk seluruh harga pokok produksi perlu dibuat jurnal
penyesuaian sbb.
Harga Pokok Produk Rp 3.807.642.556
Biaya Bahan Baku kopi Biji Rp 3.257.508.845
BTKerja Tidak Langsung Kopi Biji Rp 30.000.000
Biaya PBB/Pajak Daerah Rp 3.892.567
Biaya Bahan Baku Kopi Bubuk Rp 340.115.104
BTKTL Kopi Bubuk Rp 24.000.000
Barang dalam proses awal Rp 152.126.040
Biaya Pemasaran Rp 3.388.903.561
Biaya Administrasi dan Umum Rp 6.882.325
Harga Pokok Produk Rp 3.395.785.886
Harga Pokok Penjualan Rp 1.875.631.180,00
Persediaan awal Rp 1.875.631.180,00
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
12
Persediaan akhir Rp 8.739.821.403,00
Bahan kopi bubuk Rp 1.372.484.894,00
Harga Pokok Penjualan Rp 10.112.306.296,00
Adanya perbedaan harga pokok penjualan tersebut tentu saja akan
berpengaruh terhadap besarnya rugi/laba yang diakui oleh perusahaan. Rugi
laba menurut perhitungan perusahaan sebesar Rp 541.944.617,00 sedangkan
menurut hasil analisis sebesar Rp 3.682.791.985,00 sehingga terdapat selisih
sebesar Rp 3.140.847.668,00. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sbb.
Perbedaan laba kotor penjualan Rp 7.824.818.487,00
Dikurangi perbedaan:
Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188
Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131
Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500 +
Rp 4.683.970.819,00 -
Perbedaan laba bersih Rp 3.140.847.668,00
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka apabila mendasarkan pada hasil
perhitungan rugi laba perusahaan perlu dibuatkan jurnal penyesuaian sbb.
Biaya administrasi dan umum Rp 774.468.188,00
Biaya Pemasaran Rp 2.563.425.131,00
Cadangan PPh Badan Rp 1.346.077.500,00
Rugi laba Rp 4.683.970.819,00
SIMPULAN
Berdasarkan pada analisis data dan pembahasan sebagaimana yang
dikemukakan di atas, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Metode perhitungan harga pokok yang diterapkan oleh perusahaan tidak
sesuai dengan aturan atau teori yang ada. Hal ini karena semua biaya
produksi yang terjadi pada satu periode tertentu seluruhnya dibebankan
kepada produk yang terjual pada periode tersebut (saat terjadinya biaya
produksi). Di pihak lain perusahaan masih memiliki persediaan produk
pada akhir periode atau tidak seluruh produksi yang dihasilkan dapat habis
terjual.
2. Kesalahan dalam menentukan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan mengakibatkan jumlah laba yang diakui perusahaan menjadi
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
13
terlalu kecil dari yang seharusnya. Kondisi ini terjadi karena biaya tenaga
kerja, sebagian biaya administrasi dan umum, dan biaya pemasaran
dibebankan seluruhnya sebagai harga pokok penjualan pada periode yang
bersangkutan.
3. Ketidaksesuaian metode penghitungan harga pokok produksi yang
diterapkan perusahaan dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam
penerapan cara perhitungan harga pokok produksi tersebut diakibatkan
beberapa faktor, antara lain:
4. Perusahaan tidak melakukan pengelompokan biaya-biaya yang terjadi
(selain biaya bahan baku) secara cermat ke dalam biaya produksi (biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik), biaya administrasi dan
umum, dan biaya pemasaran. Hal ini sangat perlu untuk dilakukan
sehingga dapat menempatkan biaya sebagaimana mestinya dan mampu
memberikan informasi yang semestinya.
5. Perusahaan tidak melakukan alokasi biaya produksi keseluruh produk yang
dihasilkan (produk yang telah terjual dan masih dalam persediaan), tetapi
perusahaan hanya membebankan seluruh biaya kepada produk yang terjual
sehingga memberikan harga pokok penjualan yang sangat tinggi.
6. Biaya-biaya yang dibebankan oleh perusahaan kepada harga pokok
penjualan tidak hanya biaya produksi akan tetapi juga biaya non produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, sebagian biaya administrasi dan umum
yang di dalamnya termasuk biaya tenaga kerja (baik biaya tenaga kerja
langsung maupun biaya tenaga kerja tidak langsung) dan biaya overhead
pabrik, serta biaya pemasaran. Cara demikian terlihat bahwa perusahaan
terlalu menyederhakan persoalan tanpa memperhatikan akibat yang
ditimbulkannya.
7. Ada sebagian biaya administrasi dan umum, oleh perusahaan dimasukkan
sebagai komponen harga pokok penjualan (tanpa melalui harga pokok
produksi) yang seharusnya tidak dan sebaliknya ada biaya administrasi dan
umum yang seharusnya dibebankan atau dialokasikan sebagai harga pokok
penjualan (melalui harga pokok produksi terlebih dahulu) tetapi oleh
perusahaan tidak dilakukan. Oleh karena itu tidak terdapat konsistensi dari
apa yang dilakukan oleh perusahaan.
8. Perusahaan tidak melakukan pemisahan antara biaya tenaga kerja langsung
dan biaya tenaga kerja tidak langsung sehingga informasi yang diperoleh
bersifat menyeluruh. Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan
oleh perusahaan tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara produk
yang siap dijual, produk yang terjual, dan produk yang masih dalam
persediaan akhir. Kondisi demikian merupakan kesalahan besar bagi
perusahaan dan dapat menyesatkan bagi pihak yang berkepentingan.
R. Gunawan Sudarmanto (1—14)
STIE Darmajaya
JMK, Vol. 1, No. 1, Maret 2003
14
9. Adanya berbagai kesalahan tersebut mengakibatkan harga pokok
penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan menjadi terlalu besar. Kondisi
demikian akan memiliki dampak terhadap besarnya nilai persediaan
produk dan besarnya laba yang diakui oleh perusahaan pada periode yang
sama. Terlalu tingginya penetapan harga pokok penjualan mengakibatkan
nilai persediaan yang tercantum di dalam neraca menjadi terlalu rendah
dan laba yang diakui pada periode tersebut juga menjadi terlalu rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1983. Pedoman Menentukan Harga Produk. Adaptasi Staf
Lembaga PPM. Seri Manajemen No. 86. Penerbit PT Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta.
Blocker, John G. and Weltmer, W. Keith. Cost Accounting. Third Edition.
McGraw-Hill Book Company Inc. New York.
Doyle, David. 1996. Pengendalian Biaya Pedoman Strategis. Seri
Manajemen Nomor 169. Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo.
Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. 1996. Budgeting Peranggaran Perencanaan
Lengkap: untuk membantu manajemen. Penerbit PT Rajagrafindo
Persada. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Satu.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Dua.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Layord, Richard and Glaister, Stephen. 1996. Cost – Benefit Analysis.
Second edition. Combridge University Press. Cambridge.
Australia.
Moriarity, Shane and Carl P. Allen. 1987. Cost Accounting. Second Edition.
John Wiley & Sons. Singapore.
Matz, Adolph and Usry, Milton F. 1980. Cost Accounting Planning and
Control. Seventh edition. International Business and management
Series. South-Western Publishing Co. Cincinnati Ohio.
Mulyadi. 1990. Akuntansi Biaya. Edisi ke 4. Badan Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Purba, Radiks. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit
Analysis). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak..
kalo boleh kasih masukann,,

ntu tulisannya terlalu gede"...
gak teratur lagii..

semangat ya mbakk,,, ^^
ciayoooo

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
animo mengatakan...

ok...terimakasih atas masukannya....^^....