Selasa, 21 Desember 2010

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB 1
PENGERTIAN DAN TEORI ETIKA
Pengertian Etika
• Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
• Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
• Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
• Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
• Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
• Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
• Norma agama berasal dari agama
• Norma moral berasal dari suara batin.
• Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika

Fungsi Etika
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme

Etika dan Etiket
Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai ethics dan etiquette.
Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu:
a. etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
b. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.

Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah:
1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. Etika tidakterbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket bila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti ;jangan berbohong;jangan mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
4. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap munafik maka dia tidak bersikap etis

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas

Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
• Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.

• Etika sosial dibagi menjadi:
o Sikap terhadap sesama;
o Etika keluarga
o Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
o Etika politik
o Etika lingkungan hidupserta
o Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.

TEORI ETIKA
Teleology
a. satu tindakan dianggap secara moral benar atau bisa diterima jika itu menghasilkan keinginan dari sebagian orang, yaitu kesenangan, pengetahuan, pertumbuhan karier, suatu kepentingan atau kegunaan diri.
b. menaksir nilai moral dari suatu tingkah laku dengan memperhatikan akibat-akibatnya (consequentialism)

Dua Pendekatan Teleology :
1. Egoisme: tingkah laku bisa diterima atau benar dengan maksimalkan kepentingan diri anda, terkait dengan akibat-akibat dan alternatif solusi yang dapat menyumbang; dan menambah manfaat kepada kepentingan diri sendiri
2. Utilitarianism: tingkah laku dianggap benar jika dapat bermanfaat kepada kepentingan publik.
BEBERAPA SISTEM FILSAFAT MORAL
1. HEDONISME
2. EUDEMONISME
3. UTILITARISME


HEDONISME
Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone)
1. Aristipos dri Kyrene (433 – 355s.M):
a. Yang sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan.
b. Kesenangan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada gerak dalam badan

2. Epikuros (341 – 270 s.M.)
a. Kesenangan adalah tujuan hidup manusia.
b. Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan.
c. Kesenangan yang dimaksud bukanlah kesenangan inderawi, tetapi kebebasan dari rasa nyeri dalam tubuh kita dan kebebasan dari keresahan dalam jiwa

Tinjauan Kritis
a. Ada kebenaran yang mendalam pada hedonisme: Manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Tetapi apakah manusia selalu mencari kesenangan?
b. Hedonisme beranggapan bahwa kodrat manusia adalah mencari kesenangan sehingga kesenangan disetarakan dengan moralitas yang baik. Tetapi jika demikian, apakah ada jaminan bahwa kesenangan itu baik secara etis?
c. Para hedonis berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Tetapi sesuatu belum tentu menjadi baik karena disenangi.
d. Hedonisme mengatakan bahwa kewajiban moral saya adalah membuat sesuatu yang terbaik bagi diri saya sendiri. Karena itu ia mengandung paham egoisme karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja.


EUDEMONISME
Aristoteles (384 – 322):
a. Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Tetapi apa itu kebahagiaan?
b. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan.

UTILITARIANISME
a. Anggapan bahwa klasifikasi kejahatan harus didasarkan atas kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya terhadap terhadap para korban dan masyarakat.
b. Menurut kodratnya manusia menghindari ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika manusia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan.
c. Karena menurut kodratnya tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan semua orang.
d. Moralitas suatu tindakanharus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapau kebahagiaan umat manusia. (The greatest happiness of the greatest number)




BAB 2
Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.

II. MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA BISNIS
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.


9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
III. DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.



BAB 3
Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Laporan Audit
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik.
Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. Paragraf pengantar berisi objek yang diaudit oleh auditor dan penjelasan tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama paragraf pengantar yang berbunyi “Kami telah mengaudit neraca PT X tanggal 31 Desember 20X2 dan 20X1 serta laporan laba-rugi, laporan ekuitas, serta laporan arus kas untuk tahun yang terakhir pada tanggal-tanggal tersebut” berisi tiga hal penting berikut ini; (1) Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan setelah ia melakukan audit atas laporan keuangan tersebut, (2) Objek yang diaudit oleh auditor bukanlah catatan akuntansi melainkan laporan keuangan kliennya, yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan ekuitas, laporan arus kas.
Kalimat kedua dan ketiga, paragraf pengantar berbunyi “Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami”. Tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen, bukan di tangan auditor.
Paragraf lingkup berisi pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar auditing tersebut. Di samping itu, paragraf lingkup juga berisi suatu pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama dalam paragraf lingkup laporan audit baku berbunyi, “Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”. Dalam kalimat ini auditor menyatakan bahwa audit atas laporan keuangan yang telah dilaksanakan bukan sembarang audit, melainkan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi auditor, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia. Di samping itu, kalimat kedua dalam paragraf lingkup tersebut menyampaikan pesan bahwa:
1. dalam perikatan umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas -dasar perneriksaan terhadap seluruh bukti;
2. pemahaman yang memadai atas pengendalian intern merupakan dasar untuk menentukan jenis dan lingkup pengujian yang dilakukan dalam audit;
3. lingkup pengujian dan pemilihan prosedur audit ditentukan oleh pertimbangan auditor atas dasar pengalamannya;
4. dalam auditnya, auditor tidak hanya melakukan pengujian terbatas pada catatan akuntansi klien, namun juga menempuh prosedur audit lainnya yang dipandang perlu oleh auditor.
Paragraf pendapat digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya. Ada empat kemungkinan pernyataan pendapat auditor, yaitu:
1. auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
2. auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion;
3. auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion);
4. auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion).
Standar umum mengatur persyaratan pribadi auditor. Kelompok standar ini mengatur keahlian dan pelatihan teknis yang harus dipenuhi agar seseorang memenuhi syarat untuk melakukan auditing, sikap mental independen yang harus dipertahankan oleh auditor dalam segala hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan perikatannya, dan keharusan auditor menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

Tipe Audit dan Auditor
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu. Audit operasional merupakan review secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dengan tujuan untuk; (1) mengevaluasi kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, (3) membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta), yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, dan menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.






BAB IV
Aturan Etika Profesi Akuntansi
IAI
Pendahuluan
Pemberlakuan dan Komposisi
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PRINSIP ETlKA PROFESI
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Mukadimah
01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.


03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.

04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.

05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
• auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
• eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
• auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
• ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
• konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.

04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.

05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

Prinsip Keenam - Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.

a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.

c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
• untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
• untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
01. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.




BAB V
Kode Etik Akuntan Publik
Keterterapan (applicability)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.

Definisi/Pengertian
1. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota.
2. Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar atestasi dalam penugasan atestasi, dan surat pemberitahuan tahunan pajak (SPT) serta daftar-daftar pendukungnya bukan merupakan laporan keuangan. Pernyataan, surat kuasa atau tanda tangan pembuat SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas laporan keuangan.
3. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
4. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah.
5. Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) adalah wadah organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di Kantor Akuntan Publik.
6. Anggota adalah semua anggota IAI-KAP.
7. Anggota Kantor Akuntan Publik (anggota KAP) adalah anggota IAI-KAP dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu KAP.
8. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik.
9. Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik.
100. INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
101. Independensi.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance).
102. Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
200. STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI.
201. Standar Umum.
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
A. Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
B. Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
C. Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
D. Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
202. Kepatuhan terhadap Standar.
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
203. Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Anggota KAP tidak diperkenankan:
(1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
(2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
300. TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
301. Informasi Klien yang Rahasia.
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :
(1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
(2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
(3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
302. Fee Profesional.
A. Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B. Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.

400. TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
401. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402. Komunikasi antar akuntan publik.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

500. TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
501. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan.
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
502. Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya.
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
503. Komisi dan Fee Referal.
A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
B. Fee Referal (Rujukan).
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.
Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
504. Bentuk Organisasi dan Nama KAP.
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.





BAB VI
Ethical Governance
PENGERTIAN TENTANG GCG
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders).
2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders);
3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut :
1. Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
a. Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1). Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8). Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.


BAB VII
TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK DALAM PENCEGAHAN & PENDETEKSIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN

Pengertian Fraudulent financial reporting menurut Arens (2005 : 310) adalah sebagai berikut :
Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.Although less frequent, several notable cases of fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.
B. Penyebab Fraudulent Financial Reporting
Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :
1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general audit suatu perusahaan.
Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan :
The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation that “mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).
Berdasarkan hasil penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, atas perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori fraudulent financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.
C. Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)
1. Statement Auditing Standards
Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting adalah :
a. SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities).
b. SAS No. 55 tentang “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit,” yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient) dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.
c. SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor.
d. SAS No. 82 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” dikeluarkan ASB pada Februari 1997. SAS no. 82 menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Selaij itu, SAS no. 82 juga menyatakan bahwa setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud.
e. SAS No. 99 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” merupakan revisi dari SAS No. 82 dan mulai diberlakukan efektif untuk audit laporan keuangan setelah tanggal 15 Desember 2002, penerapan lebih awal sangat dianjurkan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud).
Pengaruh SAS No. 99 terhadap tanggung jawab auditor antara lain :
? Tidak ada perubahan atas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud atas audit laporan keuangan.
? Tidak ada perubahan atas kewajiban auditor untuk mengkomunikasikan temuan atas fraud.
? Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit (audit procedure) serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor atas audit laporan keuangan.
Dua tipe salah saji (misstatements) yang relevan dengan tanggung jawab auditor, yaitu salah saji yang diakibatkan oleh fraudulent financial reporting dan salah saji yang diakibatkan oleh penyalahgunaan asset (misappropriation of assets).SAS No. 99 juga menegaskan agar auditor independen memiliki integritas (integrity) serta menggunakan kemahiran professional (professional skepticism) melalui penilaian secara kritis (critical assessment) terhadap bukti audit (audit evidence) yang dikumpulkan.
f. SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement) dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau kesalahan (fraud or error). SAS 110 , paragraf 14 & 18 berbunyi sbb. :
“Auditors plan, perform and evaluate their audit work in order to have a reasonable expectation of detecting material misstatements in the financial statements arising from error or fraud. However, an audit cannot be expected to detect all errors or instances of fraudulent or dishonest conduct. The likelihood of detecting errors is higher than that of detecting fraud, since fraud is usually accompanied by acts specifically designed to conceal its existence…”

2. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan publik (auditor independen) memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Terdapat 3 (tiga) tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu :
a. Tanggung jawab moral (moral responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab moral untuk :
1). Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2). Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).
b. Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct).
c. Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
D. Pencegahan & Pendeteksian Fraud
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
? Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
? Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
? Pelaksanaan good governance.
? Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain :
? Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
? Perusahaan tidak memiliki komite audit.
? Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :
? Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
? Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
? Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
? Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
? Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial reporting atau fraud in financial statement untuk para akuntan publik agar terdapat pemahaman yang sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta pendeteksian secara dini kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud, sehingga dapat dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud yang sangat merugikan berbagai pihak.




Daftar Pustaka
1) Francis, Ronald D., Ethics & Corporate Governance, an Australian Handbook, UNSW Press,2000
2) Northcott, Paul H, Ethics and the Accountant : Case studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau edisi revisi
3) IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia, Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
4) IAI KAP, Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
5) AICPI, Code of Professional Conduct
6) Aturan Etika IAI Kompartemen-kompartemen diluar IAI KAP
7) Sony Keraf. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998 atau terbaru
8) Ketut Rinjin, Etika Bisnis dan Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004

0 komentar:

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB 1
PENGERTIAN DAN TEORI ETIKA
Pengertian Etika
• Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
• Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
• Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
• Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
• Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
• Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
• Norma agama berasal dari agama
• Norma moral berasal dari suara batin.
• Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika

Fungsi Etika
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme

Etika dan Etiket
Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai ethics dan etiquette.
Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu:
a. etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
b. Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.

Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah:
1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket. Etika tidakterbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket bila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti ;jangan berbohong;jangan mencuri merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
4. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam.
Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap munafik maka dia tidak bersikap etis

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas

Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
• Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.

• Etika sosial dibagi menjadi:
o Sikap terhadap sesama;
o Etika keluarga
o Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
o Etika politik
o Etika lingkungan hidupserta
o Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.

TEORI ETIKA
Teleology
a. satu tindakan dianggap secara moral benar atau bisa diterima jika itu menghasilkan keinginan dari sebagian orang, yaitu kesenangan, pengetahuan, pertumbuhan karier, suatu kepentingan atau kegunaan diri.
b. menaksir nilai moral dari suatu tingkah laku dengan memperhatikan akibat-akibatnya (consequentialism)

Dua Pendekatan Teleology :
1. Egoisme: tingkah laku bisa diterima atau benar dengan maksimalkan kepentingan diri anda, terkait dengan akibat-akibat dan alternatif solusi yang dapat menyumbang; dan menambah manfaat kepada kepentingan diri sendiri
2. Utilitarianism: tingkah laku dianggap benar jika dapat bermanfaat kepada kepentingan publik.
BEBERAPA SISTEM FILSAFAT MORAL
1. HEDONISME
2. EUDEMONISME
3. UTILITARISME


HEDONISME
Doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone)
1. Aristipos dri Kyrene (433 – 355s.M):
a. Yang sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan.
b. Kesenangan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada gerak dalam badan

2. Epikuros (341 – 270 s.M.)
a. Kesenangan adalah tujuan hidup manusia.
b. Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan.
c. Kesenangan yang dimaksud bukanlah kesenangan inderawi, tetapi kebebasan dari rasa nyeri dalam tubuh kita dan kebebasan dari keresahan dalam jiwa

Tinjauan Kritis
a. Ada kebenaran yang mendalam pada hedonisme: Manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Tetapi apakah manusia selalu mencari kesenangan?
b. Hedonisme beranggapan bahwa kodrat manusia adalah mencari kesenangan sehingga kesenangan disetarakan dengan moralitas yang baik. Tetapi jika demikian, apakah ada jaminan bahwa kesenangan itu baik secara etis?
c. Para hedonis berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Tetapi sesuatu belum tentu menjadi baik karena disenangi.
d. Hedonisme mengatakan bahwa kewajiban moral saya adalah membuat sesuatu yang terbaik bagi diri saya sendiri. Karena itu ia mengandung paham egoisme karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja.


EUDEMONISME
Aristoteles (384 – 322):
a. Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Tetapi apa itu kebahagiaan?
b. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan.

UTILITARIANISME
a. Anggapan bahwa klasifikasi kejahatan harus didasarkan atas kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya terhadap terhadap para korban dan masyarakat.
b. Menurut kodratnya manusia menghindari ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika manusia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan.
c. Karena menurut kodratnya tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan semua orang.
d. Moralitas suatu tindakanharus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapau kebahagiaan umat manusia. (The greatest happiness of the greatest number)




BAB 2
Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.

II. MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA BISNIS
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.


9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
III. DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.



BAB 3
Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Laporan Audit
Laporan audit merupakan alat yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik.
Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat. Paragraf pengantar berisi objek yang diaudit oleh auditor dan penjelasan tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama paragraf pengantar yang berbunyi “Kami telah mengaudit neraca PT X tanggal 31 Desember 20X2 dan 20X1 serta laporan laba-rugi, laporan ekuitas, serta laporan arus kas untuk tahun yang terakhir pada tanggal-tanggal tersebut” berisi tiga hal penting berikut ini; (1) Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan setelah ia melakukan audit atas laporan keuangan tersebut, (2) Objek yang diaudit oleh auditor bukanlah catatan akuntansi melainkan laporan keuangan kliennya, yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan ekuitas, laporan arus kas.
Kalimat kedua dan ketiga, paragraf pengantar berbunyi “Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami”. Tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen, bukan di tangan auditor.
Paragraf lingkup berisi pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar auditing tersebut. Di samping itu, paragraf lingkup juga berisi suatu pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama dalam paragraf lingkup laporan audit baku berbunyi, “Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”. Dalam kalimat ini auditor menyatakan bahwa audit atas laporan keuangan yang telah dilaksanakan bukan sembarang audit, melainkan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi auditor, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia. Di samping itu, kalimat kedua dalam paragraf lingkup tersebut menyampaikan pesan bahwa:
1. dalam perikatan umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas -dasar perneriksaan terhadap seluruh bukti;
2. pemahaman yang memadai atas pengendalian intern merupakan dasar untuk menentukan jenis dan lingkup pengujian yang dilakukan dalam audit;
3. lingkup pengujian dan pemilihan prosedur audit ditentukan oleh pertimbangan auditor atas dasar pengalamannya;
4. dalam auditnya, auditor tidak hanya melakukan pengujian terbatas pada catatan akuntansi klien, namun juga menempuh prosedur audit lainnya yang dipandang perlu oleh auditor.
Paragraf pendapat digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya. Ada empat kemungkinan pernyataan pendapat auditor, yaitu:
1. auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
2. auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion;
3. auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion);
4. auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion).
Standar umum mengatur persyaratan pribadi auditor. Kelompok standar ini mengatur keahlian dan pelatihan teknis yang harus dipenuhi agar seseorang memenuhi syarat untuk melakukan auditing, sikap mental independen yang harus dipertahankan oleh auditor dalam segala hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan perikatannya, dan keharusan auditor menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

Tipe Audit dan Auditor
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu. Audit operasional merupakan review secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dengan tujuan untuk; (1) mengevaluasi kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, (3) membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta), yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, dan menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.






BAB IV
Aturan Etika Profesi Akuntansi
IAI
Pendahuluan
Pemberlakuan dan Komposisi
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PRINSIP ETlKA PROFESI
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Mukadimah
01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan.
02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.


03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.

04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.

05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
• auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
• eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
• auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
• ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
• konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.

04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.

05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

Prinsip Keenam - Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.

a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.

c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
• untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
• untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
01. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.




BAB V
Kode Etik Akuntan Publik
Keterterapan (applicability)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.

Definisi/Pengertian
1. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota.
2. Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar atestasi dalam penugasan atestasi, dan surat pemberitahuan tahunan pajak (SPT) serta daftar-daftar pendukungnya bukan merupakan laporan keuangan. Pernyataan, surat kuasa atau tanda tangan pembuat SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas laporan keuangan.
3. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
4. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah.
5. Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) adalah wadah organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di Kantor Akuntan Publik.
6. Anggota adalah semua anggota IAI-KAP.
7. Anggota Kantor Akuntan Publik (anggota KAP) adalah anggota IAI-KAP dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu KAP.
8. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik.
9. Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik.
100. INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
101. Independensi.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance).
102. Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
200. STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI.
201. Standar Umum.
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:
A. Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
B. Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
C. Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
D. Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
202. Kepatuhan terhadap Standar.
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
203. Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Anggota KAP tidak diperkenankan:
(1) menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
(2) menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
300. TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
301. Informasi Klien yang Rahasia.
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :
(1) membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
(2) mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
(3) melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4) menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
302. Fee Profesional.
A. Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
B. Fee Kontinjen
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi indepedensi.

400. TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
401. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402. Komunikasi antar akuntan publik.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

500. TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
501. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan.
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
502. Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya.
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
503. Komisi dan Fee Referal.
A. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
B. Fee Referal (Rujukan).
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.
Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
504. Bentuk Organisasi dan Nama KAP.
Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.





BAB VI
Ethical Governance
PENGERTIAN TENTANG GCG
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders).
2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders);
3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut :
1. Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
a. Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1). Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8). Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.


BAB VII
TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK DALAM PENCEGAHAN & PENDETEKSIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN

Pengertian Fraudulent financial reporting menurut Arens (2005 : 310) adalah sebagai berikut :
Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omittingaccount payable and other liabilities.Although less frequent, several notable cases of fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates known as specialm purpose entities.
B. Penyebab Fraudulent Financial Reporting
Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :
1. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general audit suatu perusahaan.
Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial reporting ”, menyatakan :
The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation that “mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).
Berdasarkan hasil penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, atas perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori fraudulent financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing, large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.
C. Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)
1. Statement Auditing Standards
Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting adalah :
a. SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities).
b. SAS No. 55 tentang “Consideration of Internal Control in a Financial Statement Audit,” yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient) dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.
c. SAS No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor.
d. SAS No. 82 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” dikeluarkan ASB pada Februari 1997. SAS no. 82 menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Selaij itu, SAS no. 82 juga menyatakan bahwa setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud.
e. SAS No. 99 “Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit” merupakan revisi dari SAS No. 82 dan mulai diberlakukan efektif untuk audit laporan keuangan setelah tanggal 15 Desember 2002, penerapan lebih awal sangat dianjurkan. Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud).
Pengaruh SAS No. 99 terhadap tanggung jawab auditor antara lain :
? Tidak ada perubahan atas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud atas audit laporan keuangan.
? Tidak ada perubahan atas kewajiban auditor untuk mengkomunikasikan temuan atas fraud.
? Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit (audit procedure) serta dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor atas audit laporan keuangan.
Dua tipe salah saji (misstatements) yang relevan dengan tanggung jawab auditor, yaitu salah saji yang diakibatkan oleh fraudulent financial reporting dan salah saji yang diakibatkan oleh penyalahgunaan asset (misappropriation of assets).SAS No. 99 juga menegaskan agar auditor independen memiliki integritas (integrity) serta menggunakan kemahiran professional (professional skepticism) melalui penilaian secara kritis (critical assessment) terhadap bukti audit (audit evidence) yang dikumpulkan.
f. SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement) dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau kesalahan (fraud or error). SAS 110 , paragraf 14 & 18 berbunyi sbb. :
“Auditors plan, perform and evaluate their audit work in order to have a reasonable expectation of detecting material misstatements in the financial statements arising from error or fraud. However, an audit cannot be expected to detect all errors or instances of fraudulent or dishonest conduct. The likelihood of detecting errors is higher than that of detecting fraud, since fraud is usually accompanied by acts specifically designed to conceal its existence…”

2. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan publik (auditor independen) memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Terdapat 3 (tiga) tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu :
a. Tanggung jawab moral (moral responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab moral untuk :
1). Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2). Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).
b. Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct).
c. Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
D. Pencegahan & Pendeteksian Fraud
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
? Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
? Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
? Pelaksanaan good governance.
? Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting.
3. Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4. Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain :
? Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
? Perusahaan tidak memiliki komite audit.
? Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri dari :
? Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
? Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies).
? Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
? Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
? Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial reporting atau fraud in financial statement untuk para akuntan publik agar terdapat pemahaman yang sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta pendeteksian secara dini kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud, sehingga dapat dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud yang sangat merugikan berbagai pihak.




Daftar Pustaka
1) Francis, Ronald D., Ethics & Corporate Governance, an Australian Handbook, UNSW Press,2000
2) Northcott, Paul H, Ethics and the Accountant : Case studies, Prentice Hall of Australia, 1994 atau edisi revisi
3) IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia, Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
4) IAI KAP, Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
5) AICPI, Code of Professional Conduct
6) Aturan Etika IAI Kompartemen-kompartemen diluar IAI KAP
7) Sony Keraf. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998 atau terbaru
8) Ketut Rinjin, Etika Bisnis dan Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004

0 komentar: